Tentang PMN

Pusat Mediasi Nasional (PMN) adalah sebuah lembaga bukan profit yang memberikan jasa dan pelatihan mediasi.

Latar Belakang

Pusat Mediasi Nasional (PMN) sebagai badan Penyelesaian Sengketa Alternatif yang ditujukan untuk menyelesaikan konflik komersial, diresmikan pada tanggal 4 September 2003 oleh Menteri Koordinator Perekonomian Bapak Dorodjatun Kuntjororo-Jakti dan Ketua Mahkamah Agung Bapak Bagir Manan. Pembentukan PMN di Indonesia adalah sebagai pelengkap yang dibutuhkan berbagai macam kebijaksanaan dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia, dalam hal revitalisasi perekonomian Indonesia, khususnya ketika gairah dunia bisnis sedang meningkat yang merupakan peran utama dalam menciptakan lowongan pekerjaan, investasi luar negeri, industri dan produksi.

Pendiri PMN termasuk orang-orang yang berpengalaman di Jakarta Initiative Task Force (JITF: sebuah institusi pemerintah berdiri di bulan November 1998 di bawah naungan Komite Kebijakan Sektor Keuangan KKSK) yang secara efektif menggunakan mediasi dalam membantu restrukturisasi utang perusahaan mereka yang berjumlah lebih dari 20.5 miliar USD, dan individu lainnya yang mendukung mediasi, serta seorang mantan hakim Pengadilan Tinggi (susunan pengurus dan pendiri akan dipublikasikan dalam waktu mendatang).

Pengalaman di JITF dengan jelas telah mendemonstrasikan ke pasar bahwa kegunaan dari mediator berpengalaman internasional dengan proses-proses mediasi bisa bermanfaat sebagai penyelesaian alternatif di luar persidangan di Indonesia, dimana pengadilan dianggap kurang dapat memenuhi keinginan oleh sektor swasta.

PMN sedang diimplementasikan ke dalam hukum, ekonomi dan lingkungan institusi. Pada 11 September 2003 , Ketua Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 02 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dimana sekarang mengharuskan semua masalah perdata untuk diselesaikan lewat proses mediasi terlebih dahulu sebelum ke pengadilan. Mahkamah Agung bermaksud agar peraturan ini bisa membantu dalam mengurangi jumlah kasus-kasus baru yang masuk, sementara sistem pengadilan sedang berjuang dengan kasus lainnya yang belum selesai. Dalam mendukung Peraturan Mahkamah Agung, PMN telah ditetapkan sebagai salah satu penyedia latihan mediasi untuk para hakim. Disponsori oleh Badan Moneter Internasional dan Bank Dunia, PMN telah memberikan tiga seri dari 40 jam latihan mediasi untuk 72 hakim dari Jawa Tengah di Semarang dan Jabotabek.

Sejarah

JITF Ends Mandate, Completes Most Tasks
Sumber: The Jakarta Post, Jumat, 19 December 2003

Dadan Wijaksana, Jakarta Post, Jakarta

Pemerintah, tanpa pemberitaan luas, merampungkan di hari Kamis setelah JITF secara sukses selama hampir lima tahun menyelesaikan mandat restrukturisasi hampir seluruh hutang yang besar dari sektor swasta seperti yang telah diminta. Setelah menerima lebih dari 102 kasus bernilai 26.9 miliar US Dollar dalam bentuk hutang, JITF mengatur restrukturisasi 96 kasus senilai 20.5 milyar dollar ,atau hampir 80 % dari nilai total,ungkap Ketua JITF Bacelius Ruru.

“Hampir seluruh hutang terbagi dalam bentuk penjadwalan ulang. Tetapi ada cara lain,yang lebih umum: pertukaran debt-to-equity, pertukaran debt-to-asset dan buybacks,” kata Bacelius.

Selagi penjadwalan ulang memperpanjang batas waktu, rencana buyback memungkinkan para debitor untuk memperoleh kembali hutang mereka dengan potongan harga.

JITF adalah sebuah lembaga –yang bersama BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) atau IBRA (Indonesian Bank Restructuring Agency) berada di bawah KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan)– yang ditugaskan untuk membantu kekacauan akibat krisis ekonomi di akhir 1990-an, dimana banyak pinjaman menjadi semakin buruk menyusul depresiasi rupiah besar-besaran. Sementara JITF terfokus pada pengerjaan utang yang dimiliki sektor swasta, BPPN ditugaskan dalam pengerjaan pinjaman buruk dari sektor perbankan yang menjadi tak terlaksana. Atas permintaan dari Badan Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan USAID, agensi ditetapkan pada 1998 dengan tugas utamanya untuk menyusun ulang hutang besar dalam nominasi dollar yang dimiliki oleh sektor swasta kepada para kreditor, sebagian besar adalah bank asing. Penyusunan ulang hutang yang sukses memungkinkan perusahaan untuk mencari pinjaman-pinjaman untuk memperbesar modal mereka, atau untuk digunakan sebagai modal kerja. Meskipun terdapat banyak perusahaan yang telah mencoba untuk mengamankan hutang mereka dari kreditor oleh mereka sendiri, ratusan perusahaan beralih meminta bantuan ke JITF.

Pada permulaan krisis, perusahaan-perusahaan Indonesia yang berhutang sekitar 120 milyar dollar kepada kreditur baik pihak asing maupun domestik,dimana yang 60 milyar dollar dapat dikatakan dalam kondisi “menyedihkan”. Awalnya, agensi akan ditutup pada 2002, tetapi perintah itu ditangguhkan oleh pemerintah untuk beberapa tahun ke depan, karena masih banyak hutang di sektor korporat yang belum dijadwal ulang. Selanjutnya, agensi telah bekerja secara efisien. Menteri Koordinasi Badan Keuangan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti menyatakan penutupan agensi, seharusnya hal itu menandakan bahwa perbaikan ekonomi negara telah berada pada jalur yang benar.

“Saya merasa senang dengan hal ini, khususnya saat kita juga menyaksikan penutupan IBRA yang merupakan sebuah agen yang terbentuk dari krisis,” kata Dorodjatun.

IBRA dinyatakan untuk ditutup di akhir bulan Februari.

Dengan berakhirnya perintah untuk JITF, banyak anggotanya sekarang telah bergabung dengan Pusat Mediasi Nasional, agen yang baru terbentuk dengan tujuan memfasilitasi dan menengahi perselisihan komersial antara debitor dan kreditor, dia menambahkan. JITF, yang diawasi oleh Komite Kebijakan Sektor Keuangan — kelompok yang berwenang yang didalmnya terdapat para menteri senior bidang ekonomi — yang berstafkan tim multinasional dari lokal dan ekspatriat profesional dan staf pendukung. Samuel Tobing, Kepala Bagian Operasi JITF, mengatakan bahwa sebagian besar perusahaan-perusahaan Indonesia telah berhasil mengurangi hutang mereka sebanyak 50 persen, membuat mereka cukup termodali untuk bertemu dengan fase perluasan ekonomi berikutnya.